KESERAKAHAN VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC)
Kongsi
Perdagangan Hindia-Timur (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC)
yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan
dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk
aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada
pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia
Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama
di dunia [2] sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan
sistem pembagian saham.[3]
Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini
istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang
istimewa. Misalnya VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan
negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC memiliki
enam bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn,
dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren
XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi
ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan;
delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di kalangan
orang Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni.
Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap
perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih
mengenal Kompeni sebagai tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan
kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda.
A. LATAR
BELAKANG
Datangnya
orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada
tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung
Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga
mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk
memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat
yang sangat berbahaya. Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia
Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian
juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan
politik pemukiman (kolonisasi) dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan
di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao,
tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar
belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia
Belanda) berawal.
Selama abad
ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan
Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp
memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma
dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama
sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur
perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan
Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus
meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada
meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang
sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580,
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah
yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental.
Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan
"jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran
pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada
tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin
oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan
kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten,
pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan
dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur
melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu
berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan
untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Kamar Dagang VOC di Amsterdam
Adalah para
pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia
pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The British East India
Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian Belanda menyusul
tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan
mendirikan French East India Company tahun 1604.
Pada 20
Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie
- VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit
di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur.
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di
Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri.
Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu
itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan
menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa
suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu
negara.
Perusahaan
ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa.
Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang
kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku),
yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli
atas pala dan fuli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan
monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan
massal.
Pos
perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas
pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat
berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC
memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter
Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614),
namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu,
Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan
setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).
B. TUJUAN
VOC
Tujuan utama
dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah
untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang
dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang
pada kurun Juni 1580 – Desember 1640 bergabung menjadi satu
kekuasaan yang hendak merebut dominasi perdagangan di Asia. Untuk
sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik
bersama masyarakat Nusantara.
C. HAK-HAK
ISTIMEWA
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta)
tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
· Hak
monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung
Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai
perdagangan untuk kepentingan sendiri;
· Hak
kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara
untuk:
1. memelihara
angkatan perang,
2. memaklumkan
perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut
dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4. memerintah
daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan
mata-uang sendiri, dan
6. memungut
pajak
D. GARIS
WAKTU
Pada 1652, Jan van Riebeeck mendirikan pos di Tanjung
Harapan (ujung selatan Afrika, sekarang ini Afrika Selatan)
untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan mereka ke Asia Timur. Pos ini
kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak lagi orang Belanda dan
Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di Persia (sekarang Iran), Benggala (sekarang Bangladesh)
dan sebagian India), Ceylon (sekarang Sri Lanka), Malaka (sekarang Malaysia),
Siam (sekarang Thailand), Cina daratan (Kanton), Formosa
(sekarang Taiwan) dan selatan India. Pada 1662, Koxinga mengusir
Belanda dari Taiwan.
Pada 1669,
VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih
dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata
pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.
Perusahaan
ini hampir selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan keduanya memburuk
ketika terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad
ke-18, kepemilikannya memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat
antara Provinsi Bersatu dan Inggris (1780-1784), VOC
mendapatkan kesulitan finansial, dan pada 17 Maret 1798, perusahaan
ini dibubarkan, setelah Belanda diinvasi oleh tentara Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan Belanda oleh Kongres
Wina di 1815.
E. KAPAL
VOC
· Kapal
VOC Amsterdam
· Kapal
VOC Batavia
Hindia-Belanda pada abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung
oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda(bahasa Belanda: Verenigde Oostind ische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan
dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama
VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman
kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba
berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris,
pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak
yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,
dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
F. TENTARA
BENTUKAN VOC
Untuk
mendukung kekuasaannya di Indonesia, selain mendatangkan balatentaranya
sendiri, Belanda juga membentuk berbagai pasukan di Indonesia yang prajuritnya
berasal dari penduduk setempat atau pribumi, tujuannya adalah untuk lebih
mengenali karakter rakyat Indonesia selain tentu untuk mengadudomba, agar
persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia terpecah belah.
Berbagai Pasukan tersebut diantaranya adalah :
1. Mardijkers
Sejak zaman
VOC, keturunan dari mereka yang telah bebas dari perbudakan, atau yang dapat
membeli kemerdekaannya, dan kemudian bersedia menjadi serdadu “Kumpeniâ€,
dinamakan Mardijkers. Mereka kebanyakan keturunan serdadu-serdadu pribumi yang
ditawan oleh Spanyol dan Portugis, ketika Belanda perang melawan kedua negara
tersebut. Setelah dibebaskan, mereka bertugas kembali di ketentaraan VOC, dan
secara tradisional, keturunan merekapun menjadi serdadu “kumpeni.†Kemudian
masuk juga mantan budak-budak yang berasal dari India dan Afrika, yang becampur
dengan budak-budak yang berasal dari Sulawesi, Bali dan Melayu. Hampir
seluruhnya menganut agama kristen. Mereka berpakaian seperti orang Portugis dan
menggunakan bahasa Portugis-Kreol. Sampai abad 18 orang-orang Mardijkers
tinggal di kampung-kampung di Batavia.
Tahun 1777
masih terdapat 6 kompi Mardijkers (sekitar 1.200 orang) di dinas ketentaraan
VOC yang bertugas menjaga perumahan Belanda di dalam kota. Tahun 1803 masih
trsisa satu kompi, dan kompi terakhir dibubarkan tahun 1808.
Ketika masih
berlangsung perbudakan di India-Belanda di mana diberlakukan passenstelsel
(semacam kartu tanda penduduk-KTP), di tempat-tempat di mana diminta untuk
menunjukkan KTP, mereka biasanya mengangkat satu tangan ke atas sambil
mengatakan “mardijkersâ€.
2. Marechaussée
2. Marechaussée
Marechaussée
sendiri sebenarnya merupakan unit pasukan kepolisian, yang berakar pada masa
penjajahan Prancis di Belanda. Berdasarkan dekrit Republik Bataaf yang
didirikan oleh Prancis, pada 4 Februari 1803 dibentuk unit kepolisian yang
dinamakan Marechaussée, namun tidak langsung dilaksanakan. Pada 1805 dibentuk
satu unit Gendarmerie (semacam Brigade Mobil - Brimob), dan baru pada 26
Oktober 1814, setelah Republik Bataaf diganti dengan Kerajaan Belanda (wangsa
Oranye), berdasarkan dekrit no. 498 yang dikeluarkan oleh Raja Belanda, Willem
I, secara definitif dibentuk Koninklijke Marechaussée.
Kata
Marechaussée sendiri mempunyai akar yang sangat panjang, yaitu sejak masa
pengadilan kuno di Paris tahun 1370 yang dinamakan “Tribunal of Constables
and Marshals of Franceâ€. Constable dan Marshall ini
kemudian menjadi anggota Gendarmerie, yang merupakan kekuatan kepolisian untuk
Belanda dan Belgia.
Marechaussée
yang dikenal di Indonesia sebagai Marsose berkembang menjadi kekuatan tempur
untuk mengamankan wilayah dan jalanan di Kerajaan Belanda. Selain tugas-tugas
kepolisian, Marechaussée juga ditugaskan untuk membantu angkatan perang,
terutama di waktu Perang Dunia I, tahun 1914 - 1918. Di masa ini juga
Marechaussée ditigaskan di India-Belanda, antara lain dalam perang Aceh dan
perang melawan Si Singamangaraja XII di Sumatera Utara, di mana kemudian pada
tahun 1917, satuan Marechaussée berhasil mengalahkan dan menewaskan Si
Singamangaraja XII.
3. Tentara Bayaran.
Belanda yang
kecil dengan penduduknya yang juga relatif sedikit, tentu tidak dapat membangun
tentara yang besar, yang hanya terdiri dari orang Belanda dan pribumi saja.
Mereka juga memerlukan perwira yang handal untuk memimpin pertempuran, yang tidak
dapat diharapkan dari pribumi pada waktu itu. Untuk membangun tentara yang
tangguh di India-Belanda, di samping merekrut pribumi untuk menjadi serdadu
–dan paling tinggi bintara- mereka juga menyewa perwira dan serdadu dari
negara-negara Eropa lain, terutama dari Jerman. Belanda bahkan tidak
tanggung-tanggung, yaitu mengontrak satu resimen dari Jerman. Tahun 1790-1808
terdapat Regiment Württemberg yang terdiri dari orang-orang Jerman asal
Württemberg yang berjumlah 2000 (!) tentara. Semula mereka mengabdi pada VOC,
kemudian setelah VOC dibubarkan, mereka berada di bawah Pemerintah
India-Belanda. Regiment Württemberg ini dibubarkan pada tahun 1808. Banyak
dari mantan serdadu dan perwira Jerman yang kemudian tinggal dan berkeluarga di
Indonesia. Hal ini yang menerangkan bahwa di Indonesia sejak beberapa generasi
ada keluarga Indonesia yang mempunyai nama keluarga Jerman.
4. KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger)
Dan yang
paling terkenal adalah KNIL, ketika berlangsung Perang Diponegoro (1825 –
1830), tahun 1826/1827 pemerintah India Belanda membentuk satu pasukan khusus.
Setelah Perang Diponegoro usai, pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal van den
Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan "Algemeene Orders voor het
Nederlandsch-Oost-Indische leger" di mana ditetapkan pembentukan suatu
organisasi ketentaraan yang baru untuk India-Belanda, yaitu Oost-Indische Leger
(Tentara India Timur) dan pada tahun 1836, atas saran dari Willem I, tentara
ini mendapat predikat “Koninklijk.†Namun dalam penggunaan
sehari-hari, kata ini tidak pernah digunakan selama sekitar satu abad, dan baru
tahun 1933, ketika Hendrik Colijn –yang juga pernah bertugas sebagai perwira
di Oost-Indische Leger- menjadi Perdana Menteri, secara resmi tentara di India-Belanda
dinamakan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, disingkat KNIL.
Undang-Undang
Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah
jajahan, sehingga tentara di India Belanda hanya terdiri dari prajurit bayaran
atau sewaan. Kebanyakan mereka berasal dari Prancis, Jerman, Belgia dan Swiss.
Tidak sedikit dari mereka yang adalah desertir dari pasukan-pasukannya untuk
menghindari hukuman. Namun juga tentara Belanda yang melanggar peraturan di
Belanda diberikan pilihan, menjalani hukuman penjara atau bertugas di India
Belanda. Mereka mendapat gaji bulanan yang besar. Tahun 1870 misalnya, seorang
serdadu menerima f 300,-, atau setara dengan penghasilan seorang buruh selama
satu tahun.
Dari catatan
tahun 1830, terlihat perbandingan jumlah perwira, bintara serta prajurit antara
bangsa Eropa dan pribumi dalam dinas ketentaraan Belanda. Di tingkat perwira,
jumlah pribumi hanya sekitar 5% dari seluruh perwira; sedangkan di tingkat
bintara dan prajurit, jumlah orang pribumi lebih banyak daripada jumlah bintara
dan prajurit orang Eropa, yaitu sekitar 60%. Kekuatan tentara Belanda tahun
1830, setelah selesai Perang Diponegoro adalah:
· 603
perwira bangsa Eropa
· 37
perwira pribumi
· 5.
699 bintara dan prajurit bangsa Eropa
· 7.206
bintara dan prajurit pribumi.
Tahun 1936,
jumlah pribumi yang menjadi serdadu KNIL mencapai 33 ribu orang, atau sekitar
71% dari keseluruhan tentara KNIL, di antaranya terdapat sekitar 4.000 orang
Ambon, 5.000 orang Manado dan 13.000 orang Jawa.
Apabila
meneliti jumlah perwira, bintara serta prajurit yang murni orang Belanda
terlihat, bahwa sebenarnya jumlah mereka sangat kecil. Juga stigmatisasi bahwa
orang Ambon adalah tumpuan Belanda dalam dinas ketentaraan adalah tidak benar,
karena ternyata jumlah orang Ambon yang menjadi serdadu Belanda jauh lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah orang Jawa. Juga pribumi yang mencapai pangkat
tertinggi di KNIL bukanlah orang Ambon, melainkan Kolonel KNIL R.
Abdulkadir
Wijoyoatmojo, yang tahun 1947 memimpin delegasi Belanda dalam perundingan di
atas kapal perang AS Renville, yang membuahkan Persetujuan Renville.
Tahun 1950,
setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat,
jumlah orang Indonesia yang masih menjadi serdadu KNIL diperkirakan sekitar
60.000 (!) orang, dan sebagian besar dari mereka diterima ke dalam tubuh
Tentara nasional Indonesia (TNI). Jumlah orang Ambon diperkirakan sekitar 5.000
orang, yang sebagian besar ikut dibawa ke Belanda dan tinggal di sana sampai
sekarang.
Dengan
merekrut tentara yang berasal dari pribumi serta politik divide et impera-nya,
menjadi tulang punggung yang memungkinkan Belanda menang dalam banyak
pertempuran melawan kerajaan-kerajaan di India-Belanda, dan di beberapa daerah
–seperti di Jakarta- mereka dapat berkuasa selama sekitar 300 tahun.
Hal tersebut
terjadi karena juga ditunjang oleh keserakahan dan egoisme para raja dan sultan
serta pribumi lain yang bersedia bekerjasama dengan penjajah.
5. Belanda Hitam (zwarte Nederlander)
Selain
mengontrak orang-orang Eropa untuk menjadi serdadu di dinas ketentaraan India-Belanda,
juga terdapat pasukan yang terdiri dari yang dinamakan Belanda Hitam (zwarte
Nederlander).
Mulai tahun
1830, di Gold Coast (sekarang Ghana) Afrika Barat, Belanda membeli budak-budak,
dan melalui St George d’Elmina dibawa ke India Belanda untuk dijadikan
serdadu. Untuk setiap kepala, Belanda membayar f 100,- kepada Raja Ashanti.
Sampai tahun 1872, jumlah mereka kemudian mencapai 3.000 orang dan dikontrak
untuk 12 tahun atau lebih. Berdasarkan Nationaliteitsregelingen (Peraturan
Kewarganegaraan), mereka masuk kategori berkebangsaan Belanda, sehingga mereka
dinamakan Belanda Hitam (zwarte Nederlander). Karena mereka tidak mendapat
kesulitan dengan iklim di Indonesia, mereka menjadi tentara yang tangguh dan
berharga bagi Belanda, dan mereka menerima bayaran sama dengan tentara Belanda.
Namun mereka harus mencicil uang tebusan sebesar f 100,- dari gaji mereka.
Memang orang Belanda tidak mau rugi, walaupun orang-orang ini telah berjasa
bagi Belanda dalam mempertahankan kekuasaan mereka di India Belanda.
Sebagian
besar dari mereka ditempatkan di Purworejo. Tahun 1950, sekitar 60 keluarga
Indo-Afrika dibawa ke Belanda dalam rangka “repatriasi.â€
G. PEMBUBARAN
VOC
Pada
pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga
dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:
· Banyak
pegawai VOC yang curang dan korupsi
· Banyak
pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa
· Banyaknya
gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang
banyak
· Pembayaran
Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan
VOC kekurangan
· Bertambahnya
saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis
· Perubahan
politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan
liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember
1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan
berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar